30 Oktober 2007

Hak Kekayaan Intelektual : Hak Cipta

Pembajakan CD musik, pemakaian musik oleh orang lain tanpa sepengetahuan penciptanya. Mungkin hal-hal inilah yang selama ini Anda dengar. Apakah Anda ingin melakukannya? Sebaiknya jangan, karena hal tersebut dapat disebut sebagai pelanggaran hak cipta dan Anda bisa saja dipenjara atau dan didenda karenanya. Sebenarnya apa itu hak cipta dan apa saja undang-undangnya? Semuanya akan dibahas di sini.


Kenal dengan lambang di atas? Lambang ini mungkin biasa Anda temukan di sebelah nama sebuah industri atau produsen dari sebuah barang yang Anda beli, bisa saja CD musik, laptop, software, dan sebagainya. Lambang ini adalah lambang hak cipta dari perusahaan tersebut.

Hak cipta (lambang internasional: ©) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Pencipta adalah :
1. Seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan bedasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi;
2. Orang yang merancang suatu ciptaan, tetapi diwujudkan oleh orang lain dibawah pimpinan atau pengawasan orang yang merancang ciptaan tersebut;
3. Orang yang membuat suatu karya cipta dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan;
4. Badan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 9 Undang-undang Hak Cipta.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.

Hak cipta diatur dalam Undang-undang No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 tahun 1987 dan diubah lagi dengan Undang-undang No. 12 tahun 1977 (selanjutnya disebut UUHC) Ditahun 2002, UUHC kembali mengalami perubahan dan diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2002, beberapa peraturan pelaksanaan yang masih berlaku yaitu :

1. Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1986 Jo Peraturan Pemerintah RI No. 7 tahun 1989 tentang Dewan Hak Cipta;
2. Peraturan Pemerintah RI No. 1 Tahun 1989 tentang Penerjemahan dan atau Perbanyak Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan;
3. Keputusan Presiden RI No. 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convension For The Protection Of Literary and Artistic Works;
4. Keputusan Presiden RI No. 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyright Treaty;
5. Keputusan Presiden RI No. 17 Tahun 1988 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta atas Karya Rekaman suara antara Negara Republik Indonesia dengan Masyarakat Eropa;
6. Keputusan Presiden RI No. 25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Negara Republik Indonesia dengan Amerika Serikat;
7. Keputusan Presiden RI No. 38 Tahun 1993 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta antara Negara Republik Indonesia dengan Australia;
8. Keputusan Presiden RI No. 56 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Mengenai Perlindungan Hukum Secara Timbal Balik Terhadap Hak Cipta Negara Republik Indonesia dengan Inggris;
9. Peraturan Menteri Kehakiman RI No. M.01.HC.03.01 Tahun 1987 tentang Pendaftaran Ciptaan;
10. Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.04.PW.07.03 Tahun 1988 tentang Penyidikan Hak Cipta;
11. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.01.PW.07.03 Tahun 1990 tentang Kewenangan Menyidik Tindak Pidana Hak Cipta;
12. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.02.HC.03.01 Tahun 1991 tentang Kewajiban Melampirkan NPWP dalam Permohonan Pendaftaran Ciptaan dan Pencatatan Pemindahan Hak Cipta Terdaftar.

Pendaftaran ciptaan sebenarnya bukan merupakan suatu kewajiban untuk mendapatkan hak cipta. Namun demikian, pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya, dapat menjadikan surat pendaftaran ciptaan tersebut sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan tersebut.

Dalam UUHC (Undang Undang Hak Cipta), ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang meliputi karya:

1. Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
2. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan cara diucapkan;
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4. Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk karawitan, dan rekaman suara;
5. Drama, tari (koreografi), pewayangan, pantomim;
6. Karya pertunjukan;
7. Karya siaran;
8. Seni rupa dalam bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;
9. Arsitektur;
10. Peta;
11. Seni batik;
12. Fotografi;
13. Sinematografi;
14. Terjemahan, tafsiran, saduran, bunga rampai dan karya lainnya dari hasil pengalihwujudan.

Karya-karya yang di atas tidak sepenuhnya diterima untuk didaftarkan untuk mendapatkan hak cipta dari karya tersebut. Berikut adalah ciptaan yang tidak dapat didaftarkan :

1. Ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra;
2. Ciptaan yang tidak orisinil;
3. Ciptaan yang tidak diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata;
4. Ciptaan yang sudah merupakan milik umum;
5. Ketentuan yang diatur dalam Pasal 12 UUHC.

Ternyata bukan hanya karya-karya di atas saja yang dilindungi, tetapi juga benda budaya nasional, bahkan benda ini merupakan prioritas utama dalam perlindungan hak cipta negara ini. Seperti yang disebutkan oleh UUHC bahwa negara memegang hak cipta atas karya peninggalan sejarah, prasejarah dan benda budaya nasional lainnya. Hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama dipelihara dan dilindungi oleh negara dan sekaligus negara sebagai pemegang hak ciptanya terhadap luar negeri.

Menurut Pasal 38 UUHC, hak cipta hanya dapat dihapus karena :

1. Penghapusan atas permohonan orang, suatu badan hukum yang namanya tercatat sebagai pencipta atau pemegang hak cipta;
2. Lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dengan mengingat Pasal 27 , dan Pasal 28 UUHC;
3. Dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Menurut Anda, apakah ada kebalikan dari copyright (hak cipta) ? Ada, yaitu copyleft.


Copyleft, lisensi untuk memastikan kebebasan ciptaan.


Keberhasilan proyek perangkat lunak bebas seperti Linux, Mozilla Firefox, dan Server HTTP Apache telah menunjukkan bahwa ciptaan bermutu dapat dibuat tanpa adanya sistem sewa bersifat monopoli berlandaskan hak cipta. Produk-produk tersebut menggunakan hak cipta untuk memperkuat persyaratan lisensinya, yang dirancang untuk memastikan kebebasan ciptaan dan tidak menerapkan hak eksklusif yang bermotif uang; lisensi semacam itu disebut copyleft atau lisensi perangkat lunak bebas.

Sementara itu, bagaimana penegakan hukum tentang hak cipta di Indonesia ini ? Menurut saya, hak cipta di Indonesia ini tidak ditegakkan dengan sebaik-baiknya. Bahkan, jika di Indonesia, hampir tidak ada gunanya seseorang memproteksi hasil karyanya dengan hak cipta ini, karena pada akhirnya hal-hal yang tidak diharapkan oleh sang pencipta ini tidak dapat dihindarkan juga, yang justru menjadi alasan sang pencipta untuk memproteksi hasil karyanya dengan hak cipta. Hal ini disebabkan oleh kurang tegasnya pihak yang berwajib dalam mengusut perkara pelanggaran hak cipta ini. Padahal kita punya segudang peraturan perundang-undangan yang dapat kita gunakan untuk meringkus para “pencuri” karya orang lain ini.

Salah satu contoh kasus pelanggaran hak cipta terbesar yang pernah menimpa Indonesia adalah dipakainya lagu “Rasa Sayange” oleh negara Malaysia tanpa seijin dari negara Indonesia. Padahal seperti yang telah kita ketahui di atas bahwa peninggalan kebudayaaan merupakan “prioritas utama” dalam perlindungan hak cipta di Indonesia ini dan hal tersebut sudah tersirat pada UUHC.

Namun harus diakui bahwa pemerintah sudah melakukan apa saja yang mereka bisa untuk meringkus para “pencuri” karya orang lain ini. Hanya saja, mungkin waktunya kurang tepat saja, sehingga kasus pelanggaran hak cipta ini menjadi menumpuk dan semakin sulit untuk diselesaikan. Misalnya saja pembajakan, tidak asing lagi bagi kita untuk menemukan para pedagang CD bajakan, seperti CD musik, film, software, dan lain-lain. Bahkan mungkin kita pernah membelinya. Meskipun sudah dilakukan razia CD bajakan, pemusnahan CD bajakan secara massal, dan sebagainya, namun nampaknya hal ini masih kurang cukup untuk memusnahkan pembajakan dari Indonesia ini. Terbukti hingga sekarang masih banyak orang yang menjual CD bajakan.

Pemusnahan cakram padat (CD) bajakan di Brasil.

Oleh karena itu, tidak cukup hanya pemerintah dan pihak yang berwajib saja yang bergerak. Kita pun sebagai masyarakat juga harus ikut berperan dalam mengungkap kasus pelanggaran hak cipta ini. Partisipasi kita sangat dibutuhkan oleh pemerintah dalam meringkus para “pencuri” ini. Salah satu partisipasi yang termudah dalam hal ini adalah tidak membeli CD bajakan (dalam hal pembajakan). Buat apa kalau kita mengorbankan kualitas hanya demi harga yang murah? Pasti kita sendiri-lah yang akan menderita kerugiannya. Contoh : Jika kita membeli sebuah CD asli film terfavorit kita, maka hanya dengan membeli sekeping saja, kita dapat menikmatinya bertahun-tahun. namun jika kita membeli CD bajakan, maka mungkin hanya bisa bertahan sampai hitungan bulanan, tidak sampai setahun, atau justru hitungan mingguan. Sehingga, yang tadinya kita hanya mencari murahnya saja, terpaksa harus membeli lagi jika ingin menontonnya lagi, yang pada akhirnya, uang yang kita keluarkan justru lebih banyak daripada kita membeli sekeping CD asli. Jika perlu, laporkan kasus pembajakan ini kepada pihak yang berwajib, sehingga “pencuri” karya orang lain ini bisa diringkus dengan lebih mudah.

Demikianlah artikel saya ini. Jika Anda mempunyai kritik dan saran untuk blog ini, silahkan e-mail saya di handinugr@yahoo.co.id atau handinug@gmail.com.

Created by : Handi Rizki Nugraha (X-1)

SMA Negeri 2 Bekasi